“Aku mencintaimu.” Bisikku di telingamu lamat-lamat saat itu kau berbaring di sisiku. Terpejam namun tersenyum kecil ketika mendengarku. Aku sandarkan kepalaku lagi di dadamu..terpejam meski tak tertidur. Pagi dengan dirimu sebagai yang pertama aku lihat saat aku membuka mata adalah hal terindah dari hariku. Kau mengelus rambutku meski matamu menolak untuk terjaga. Nyawamu masih berserakan,namun
Browsing category Cerpen
Suatu hari kau datang padaku dan bertanya. Seberapa sayang aku padamu. Lalu aku menunjukan sebuah benih kecil yang hampir tak tampak oleh mata. Sebesar itulah cintaku padamu. Kau pun kecewa dan bertanya kembali. Seberharga apakah aku untukmu. Lalu aku menujukan kepalan tanganku yang kosong padamu. Seberharga itukah dirimu untukku. Kau kembali kecewa dan mengajukan pertanyaan
Aku selalu melihatnya setiap hari. Dan memang setiap hari. Karena jam kerjaku dari senin sampai minggu. Kamar emergency selalu ramai. Entah itu suara teriakan pasien, tangisan keluarga yang kehilangan anggotanya, atau suara-suara dokter yang kadang terdengar panik. Membutuhkan cukup banyak waktu bagiku agar terbiasa dengan keadaan di sini. Sungguh ruangan emergency tidak seindah yang film-film
Aku berada beribu-ribu meter di atas permukaan laut. Melayangkan pandanganku ke jendela kaca kecil di sebelah kiriku. Tidak ada pemandangan apapun disana. Hanya gelap. Sedang apa kau di sana? Fikirku. Seminggu ini aku sangat merindukan sosoknya. Rasanya aneh jika tidak melihatnya setiap hari. Seminggu ini aku hanya memandangi fotonya yang aku simpan rapi di hard
Cahaya blitz kamera bergatian menyerang wajahku. Pertanyaan demi pertanyaan berdengung tidak jelas karena semua orang seperti sedang berteriak bersamaan kepadaku. Dua badan kekar mengapitku. Josh dan Elbert, dua bodyguard yang menjagaku. Aku melirik tangan mereka yang seukuran buah kelapa. Aku akan aman. Cartinell Laboratory. Dua kata itu tertera jelas di atas gedung. Jaraknya hanya 25